This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 25 Juni 2013

Perbandingan Sistem Fiat VS Dinar



Perbandingan Sistem Fiat VS Dinar
Dewasa ini fungsi uang sangatlah penting, adapun uang fiat atau dibilang dengan uang kertas pada zaman sekarang yang mempuyai fungsi besar bagi masyarakat. Uang kertas pada era sekarang digunakan sebagai alat tukar yang sah bagi masyarakat karena kepercayaan masyarakat yang tinggi dengan fungsi dan alat tukar yang sah bagi kehidupan ekonomi. Banyak masyarakat sekarang yang tertarik pada nilai nominal angka pada uang kertas dibandingkan dengan uang yang berbasis pada nilai asli pada alat tukar itu sendiri. Muncul dari sini uang yang bernilai absolut berbasis islam yang disebut uang dinar atau bisa dibilang uang emas.
Adanya perbandingan antara uang fiat vs uang dinar pada saat ini. Sebelum mengetahui bagaimana perbandingan antara keduanya yang pertama yaitu harus bisa membedakan perbedaan pokok dari uang fiat dan uang dinar. Adapun kelebihan dan kekurangan antara uang fiat dan uang dinar. Perbedaan pokok antara kedua alat tukar ini sebagai berikut:
1.      Perbedaan dari segi nilai intrinsik alat tukar tersebut.
a.       Yang pertama dari uang dinar, dari uang dinar sendiri merupakan uang komoditas. Uang dinar memiliki standar uang yang benar dan beredar sesuai dengan adanya cadangan emas yang ada di suatu Negara. Uang dinar memiliki nilai uang nominal yang sama dengan nilai intrinsiknya. Contohnya apabila ada uang 1 dinar = 3, 5 gram, maka nilainya sama dengan emas yang beratnya 3, 5 gram.
b.      Yang kedua dari uang fiat, dari uang fiat sendiri bukan merupakan uang komoditas. Uang kertas tidak memiliki standar uang yang benar dimana uang yang beredar tidak sesuai dengan adanya cadangan emas di suatu Negara. Uang fiat atau uang kertas mempunyai nilai nominal yang tidak sama dengan nilai intrinsiknya. Oleh karena itu, uang kertas ini dalam benak masyarakat sekarang disebut sebagai uang “kepercayaan”, yaitu nilai uang yang terdapat pada alat tukar tersebut yang dianggap oleh masyarakat sebagai nilai mata uang pada alat tukar itu.


2.      Perbedaan dari segi peredarannya atau dari sistem beredar dari alat tukar tersebut.
a.       Uang fiat atau uang kertas mempunyai sistem yang berbeda dengan uang dinar dalam peredarannya. Uang fiat sendiri peredarannya diatur oleh pemerintah melalui bank sentral dimana bank sentral mengedarkan uangnya kepada institusi-institusi atau lembaga-lembaga keuangan khusus seperti bank umum dan pasar modal agar bisa beredar kepada masyarakat luas. Tapi kebanyakan uang beredar hanya berkutat pada institusi-institusi tersebut sehingga didalamnya menjadi gelembung-gelembung dimana uang tidak beredar pada yang berhak yaitu masyarakat.
Dalam hal seperti ini memungkinkan untuk munculnya seigniorage (perbedaan nilai yang ada pada mata uang dengan biaya produksi uang tersebut) yang sangat terlihat dalam pencetakan mata uang fiat. Misalnya uang yang mempunyai nilai nominal 100.000 yang dicetak oleh bank sentral tidak sama dengan uang yang dikeluarkan untuk mencetak uang tersebut. Bila biaya pencetakan yang dibutuhkannya adalah 20.000, maka nilai seignioragenya  adalah 80.000.
b.      Untuk uang dinar sendiri uang yang diciptakan dari logam emas asli. Jadi memiliki standar nilai yang benar dalam unang tersebut. Sistem peredarannya pun berbeda dengan uang fiat dan tidak sesusah uang fiat dalam peredarannya. Dalam pencetakan uang dinar diperlukan lembaga pencetak uang khusus uang dinar. Dari pencetakan lansung itu masayarakat dapat menggunakan alat tukar uang fiat tersebut.
Meskipun uang dinar dianggap sebagai alat tukar yang adil dan nilainya standar absolut, tidak menutup kemungkinan adanya seigniorage seperti uang fiat. Misalnya dalam lembaga pencetakan uang tersebut atas nama pemerintahan dibuat uang dinar campuran emas dengan logam lainnya (bad money). Maka masyarakat yang paham akan hal ini akan berinisiatif untuk menimbun emasnya dan dari situ akan timbul penipuan atau gharar dan penipuan.




Konsep Kejahteraan Ekonomi Dalam Perspektif Islam Menurut Chapra



Konsep Kejahteraan Ekonomi Dalam Perspektif Islam Menurut Chapra
Latar Belakang
Negara memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi. Peran itu diwujudkan dalam dua hal pokok, yaitu, kewenangan negara untuk mengusai sumber ekonomi, Di setiap Negara mempunyai sistem yang berbeda-beda untuk mengukur pertumbuhan dan mensejahterakan perekonomian Negara. Dalam kesejahteraan ekonomi terdapat sebuah pengukuran kemakmuran di setiap Negara, misalnya pendapatan per kapita sebuah Negara sebagai pengukur kemakmuran. Pendapatan suatu Negara atau disebut juga pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun). Adapun itu terdapat indicator untuk mengukur pertumbuhan suatu Negara dengan cara mengukur pendapatan perkapita. Faktanya bahwa pendapatan perkapita terdapat kelemahan.kelemahan tersebut seperti:
1.      Masih banyaknya kekurangan dalam penghitungan pendapatan perkapita pada suatu negara, dalam pengukuran kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut hanya dihitung dari pendapatan riil saja. faktanya banyak cendikiawan ekonomi mengatakan kurang sempurnanya penghitungan pendapatan perkapita.
2.      Kenaikan pendapatan perkapita yang dihitung sering tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan penduduknya, dari pada itu tidak semua penduduk ikut terhitung pendapatan pekerjaannya seperti tukang becak, tukang ojek dan pekerjaan selain PNS.
3.      Penghitungan pendapatan perkapita belum bisa mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga. Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari pada itu pengitungan tersebut tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output per kapita.
4.      Penghitungan pendapatan perkapita  belum bisa Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
fakta yang seharusnya terjadi, pengukuran pendapatan perkapita harus bisa merata, dan seharusnya ukuran kesejahteraan ekonomi dalam konsep pengukuran pendapatan perkapita harus mampu menggambarkan kesejahteraan pada suatu negara secara riil jadi penduduk yang pekerjaannya seperti angkot becak, ojek dan yang lainnya bisa terhitung. Apabila perlakuan tersebut dilakukan maka kita tahu seberapa besar kesejahteraan dalam suatu Negara.
Tujuan Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk:
1.      Secara akademis, untuk menambah pengatahuan di bidang ekonomi, khususnya konsep kesejahteraan dalam ekonomi. Memberi informasi lebih bagaimana konsep kesejahteraan dalam ekonomi.
2.      Secara praktis, menambah ilmu pengetahuan yang pasti dalam kesejahteraan. Mengetahui bagaimana konsep kesejahteraan ekonomi menurut islam yaitu konsep maslahah dan mengambil manfaat apa saja yang bisa diambil.
Adapun manfaatnya yaitu:
1.      Mengetahui arti dari konsep kesejahteraan dalam ekonomi islam.
2.      Mengetahui analisa konsep kesejahteraan menurut umer chapra.
Kajian Pustaka
Penelitian tentang Ekonomi Maslahah” menerangkan bagaimana jika kita cermati, pro kontra terhadap keberadaan sejumlah industri, seperti industri miras, yang bahkan memicu debat publik terhadap peninjauan kembali sejumlah perda miras, pada hakekatnya selalu berujung pada satu kepentingan, yaitu kepentingan ekonomi. Apapun argumentasi yang dikemukakan, setuju atau tidak, pada dasarnya yang berbicara adalah kepentingan uang.
Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita untuk memahami konsep maslahah, yang menjadi salah satu pilar penting dalam ekonomi dan bisnis syariah. Maslahah merupakan sebuah konsep yang berangkat dari tujuan utama syariat Islam, yang dikenal sebagai maqashid as-syariah. Menurut Imam As-Syatibi, orientasi utama dari maqashid as-syariah adalah memberikan perlindungan dan pro-teksi terhadap lima hal, yaitu agama, diri, keturunan, akal, dan harta. Kelima aspek ini merupakan hal yang sangat fundamen-tal dalam kehidupan, sehingga kerusakan pada salah satu aspek saja akan menim-bulkan implikasi negatif yang luar biasa. Implementasi dari maqashid as-syariah ini menurut Imam Al-Ghazali, membutuhkan pertimbangan maslahah, karena maslahah memberikan tolok ukur kemanfaatan atau kemadharatan atas sesuatu. Dengan demikian, maslahah meru-pakan konsideran utama di dalam mengevaluasi nilai manfaat dan madharat dari kegiatan ekonomi dan bisnis.[1]
Penelitian dengan judul “Mashlahah Sebagai Maqashid As-syariah” yang bertujuan untuk menjelaskan tujuan akhir ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar sekaligus tujuan utama dari syariat Islam (mashlahah al ibad), karenanya juga merupakan tujuan ekonomi Islam. Perlindungan terhadap mashlahah terdiri dari 5 (lima) mashlalah, yaitu keimanan (ad-dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan (an-nafs), harta (al-maal) dan kelangsungan keturunan (an-nash) yang kelimanya merupakan sarana yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan terhormat. Kesimpulannya Syariat Islam bertujuan memelihara kemaslahatan manusia sekaligus menghindari mafsadat dan mudharat dari berbagai aspek kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Ada 5 (Lima) Masahalah dasar sebagai bagian dari Maqashid Al Syariah yang harus dipelihara yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Jika salah satu dari kebutuhan di atas tidak terpenuhi atau terpenuhi dengan tidak seimbang kebahagiaan hidup juga tidak tercapai dengan sempurna untuk menuju kesejahteraan yang hakiki.[2]
Penelitian dengan judul “Pemakaian Maslahah Terhadap Konsep Nilai Masa Uang dalam Sistem Perbankan Islam di Malaysia” yang menjelaskan tentang sistem perbankan Islam yang diperkenalkan di Malaysia produk-produk yang ditawarkan oleh institusi perbankan Islam masih tidak mampu menjadi alternatif yang meyakinkan kepada kekurangan yang ada dalam sistem perbankan konvensional.. Sudah menjadi kefahaman umat Islam sejagat bahawa sesuatu sistem itu tidak berubah menjadi Islam semata-mata kerana ianya diberi nama Islam atau didukung oleh negara umat Islam. Tidak keterlaluan jika dikatakan bahawa sistem perbankan Islam di Malaysia walau didakwa mendapat kaguman dan sanjungan yang menggunung tinggi dari negara-negara luar namun realiti sebenarnya ia masih berada di tahap percubaan dan pengkajian bahkan masih jauh untuk dikaitkan dengan sistem keuangan Islam yang sejajar dengan maqasid al-shari’ah.
Usaha-usaha untuk memperbaiki kekurangan yang sedia ada dalam sistem kewangan Islam perlu dilakukan berterusan dengan menggabungkan seramai mungkin pakar-pakar di bidang berkenaan dalam menyelesaikan kemelut riba di Malaysia sehingga sistem kewangan Islam bukan sahaja dilihat dari sudut keabsahan Syaraknya semata-mata tetapi mampu dirasai keunggulannya oleh umat Islam sejagat.[3]
Penelitian tentang “Islamic Social Welfare and the Role of Zakah in the Family System” yang bertujuan untuk memaparkan kesejahteraan sosial dalam Islam dan peran sosio-ekonomi zakat dalam sistem keluarga dan efektivitas dalam memerangi kemiskinan dan sosial ancaman di masyarakat. Makalah ini menegaskan bahwa sistem zakat menyediakan mekanisme permanen dari dalam ekonomi, untuk terus mentransfer pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin dan benar penilaiannya, segera dikumpulkan dan disalurkan dengan benar, memainkan peran memecahkan masalah berbahaya seperti kemiskinan, pengangguran, bencana, utang, dan distribusi pendapatan tidak merata dalam masyarakat Islam. Makalah ini merekomendasikan bahwa Muslim kaya harus didorong untuk melaksanakan kewajiban mereka baik melalui sistem terorganisir (jika tersedia) atau secara individu. Ketika membayar iuran mereka secara pribadi harus didorong untuk memulai dengan zakat layak anggota keluarga dekat mereka yang bertuan sebuah kesejahteraan dalam sosial islam.[4]
Penelitian dengan judul “Muslim Perspectives on Welfare” yang membahas bagaimana memahami persepsi yang minoritas muslim memiliki kesejahteraan penyediaan negara Barat, tetapi tujuannya yang lebih luas adalah untuk mengeksplorasi esensi dan potensi negara kesejahteraan Islam. Model ini dibangun oleh akademisi kebijakan sosial yang telah memberikan wawasan kedalam pengaruh agama terhadap berbagai jenis negara yang memiliki kesejahteraan, tetapi tidak ada model yang dengan khusus untuk memahami tradisi Islam yang menuju kesejahteraan. Islam telah menjelaskan dengan sistem Zakat, signifikansinya sebagai salah satu pilar utama dari iman Islam, dan prinsip-prinsip melalui yang membahas bantuan kemiskinan dan redistribusi kekayaan. Konsepsi Islam negara dan masyarakat kemudian dieksplorasi dan cara-cara dimana iman dan budaya Muslim beradaptasi baik pada tingkat global dan masyarakat. Artikel ini diakhiri dengan beberapa pernyataan spekulatif tentang ruang lingkup untuk rujukan tara perdebatan Barat tentang dasar  moral bagi kesejahteraan dan perspektif Islam tentang keadilan sosial.[5]
Penelitian tentang Pelaksanaan Bai' Bissaman Ajil di BMT Mitra Lohjinawi Bantul dan Jual Beli pada Mindring (Studi Tentang Al maslahah Al iqtisodiyah)”, yang menjelaskan Berdasarkan judul di atas, maka pembiayaan bai' bi s|aman ajil terbukti lebih mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan dalam hal ekonomi di bandingkan dengan pembiyaan kredit pada mendring. Hal ini Senada dengan apa yang menjadi tujuan syar'i dalam pembuatan hukumnya, yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan hidup primer (darury), kebutuhan sekunder (hajy) dan kebutuhan pelengkap (tahsiny) maka BMT harus bisa menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan terutama dalam hal ekonomi. Kaitannya dengan kebutuhan hidup primer (darury), maka produk bai' bi s|aman ajil yang ada di BMT Mitra Lohjinawi mampu mandatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan dalam hal ekonomi (al-Maslahah al-Iqtisadiyah).[6]
Penelitian dengan judul “Strategi Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi msyarakat Melaluai Usaha Tambak di Desa Babalan Demak” yang mempunyai tujuan untuk mengetahui dan mengkaji strategi peningkatan ekonomi masyarakat melalui usaha tambak dalam menuju kesejahteraan. Persoalan ini menarik untuk dikaji karena dalam pemberdayaan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan ekonomi, masyarakat tidak bekerjasama dengan lembaga atau instansi terkait seperti BMT dan yang lainnya dan yang seharusnya adanya keinginan masyarakat dalam hal peningkatan kesejahteraan ekonomi sebagaimana diakui dalam islam yaitu memberi hak-hak yang pasti kepada masyarakat dan menyediakan tata tertib sosialyang menjamin kesejahteraan sosial bersama dan menghapuskan kemiskinan.[7]  
Penelitian tentang “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Menurut Islam di Propinsi Jawa Timur” yang menerangkan tentang bagaimana mengetahui hubungan ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur. Dimana menyangkut kesejahteraan di propinsi tersebut khususnya kesejahteraan dalam konsep islami. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai perbandingan bagaimana untuk mengatasi ketimpangan dalam pertumbuhan ekonomi antar daerah di jawa timur yang khususnya dalam pencapaian kesejahteraan soial islami.[8]
Penelitian Dengan Judul “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf (Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)”, yang menjelaskan tentang tinjauan secara khusus terhadap materi-materi dalam undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang aplikasinya didasarkan atas maslahat berdasarkan kaidah-kaidah hukum islam. Sebagaimana telah diketahui, bahwa tujuan utama persyaratan ajaran-ajaran yang dibawah oleh nabi Muhammad saw, adalah demi kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Jadi tujuan dari ini sendiri yaitu bagaimana penerapan konsep maslahat yang terdapat dalam undang-undang tentang wakaf tersebut.[9]
Penelitian dengan judul “Konsep Maslahah Mursalah dalam Dunia Bisnis dengan Sistem Franchise (Waralaba)”, yang menggambarkan dan penjelasan kepada masyarakat mengenai alternative memulai bisnis dengan sistem copy and develop yang dicontohkan oleh usaha waralaba dan banyak sekali sisi positif/ maslahah yang dapat dipetik dari usaha waralaba ini. Menjelaskan bagaimana konsep bisnis seperti waralaba yang sesuai dengan maslahah mursalah dalam ushul fiqh. Mengambil peluang manfaat dari usaha bisnis seperti waralaba dengan mengkaitkan konsep syariah.[10]
Landasan Teori
            A. Definisi Kesejahteraan
1. Kesejahteraan dalam Pandangan Dunia
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya . Kalau menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.[11]
2. Kesejahteraan dalam Pandangan Islam
Pertama, dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107).
Kedua, dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Ketiga, upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyatakan bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi.[12]
Kesejahateraan sosial dalam islam adalah pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT. Ia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT. (Q.S. Ar-Ra’du:36) dan (Q.S. Luqman: 32). Ini merupakan dasar bagi piagam kebebasan sosial Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini, Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad SAW. adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunnya (Q.S. Al-A’raaf:157)[13].
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan indiviu merupakan bagian dari kesejahteraan yang sangat tinggi. Menyangkut masalah kesejahteraan individu dalam kaitannya dengan masyarakat.
B. Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
Maka dapat diambil sebuah kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa prinsip-prinsip kesejahteraan adalah:
1.      Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari kepentingan individu.
2.      Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat.
3.      Kerugian yang besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang lebih kecil. Manfaat yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, hanya yang lebih kecil harus dapat diterima atau diambil untuk menghindarkan bahaya yang lebih besar, sedangkan manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk mandapatkan manfaat yang lebih besar.
Kesejahteraan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain. Jadi menurut Al-Qur’an kesejahteraan meliputi faktor:
1.      Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh.
2.      Nilai-Nilai Sistem Perekonomian.
3.      Keadilan Distribusi Pendapatan.

C. Konsep Kesejahteraan Menurut Umer Chapra
            Umer Chapra menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan antara Syariat Islam dengan kemaslahatan. Ekonomi Islam yang merupakan salah satu bagian dari Syariat Islam, tujuannya tentu tidak lepas dari tujuan utama Syariat Islam. Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat (al-hayah al-tayyibah).[14] Ini merupakan definisi kesejahteraan dalam pandangan Islam, yang tentu saja berbeda secara mendasar dengan pengertian kesejahteraan dalam ekonomi konvensional yang sekuler dan materialistik.
            Secara terperinci, tujuan ekonomi Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kesejahteraan ekonomi adalah tujuan ekonomi yang terpenting. Kesejahteraan ini mencakup kesejahteraan individu, masyarakat dan negara.
2.      Tercukupinya kebutuhan dasar manusia, meliputi makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keamanan serta system negara yang menjamin terlaksananya kecukupan kebutuhan dasar secara adil dibidang ekonomi.[15]
3.      Penggunaansum berdaya secara optimal, efisien, efektif, hemat dan tidak mubazir.
4.      Distribusi harta, kekayaan, pendapatan dan hasil pembangunan secara adil dan merata.
5.      Menjamin kebebasan individu.
6.      Kesamaanhak dan peluang.
7.      Kerjasama dan keadilan.
Chapra ingin menegaskan (dengan membuat pemaparan cukup komprehensif terutama atas dasar dan dengan landasan filosofis dan teoritis), bahwa umat Islam tidak usah berpaling ke Timur atau ke Barat dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi tetapi berpaling pada Islam. Dia mengamati bahwa banyak negara-negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas Islam telah mengambil pendekatan pembangunan ekonomi dari Barat dan Timur, dengan menerapkan system kapitalis, sosialis atau Negara kesejahteraan.
Chapra menekankan bahwa selama negara-negara Muslim terus menggunakan strategi kapitalis dan sosialis, mereka tidak akan mampu, berbuat melebihi negara-negara kapitalis dan sosialis, mencegah penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dengan demikian akan ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk merealisasikan maqashid meskipun terjadi pertumbuhan kekayaan.[16]
Sementara itu konsep Negara Sejahtera, yang mencoba menggabungkan mekanisme harga dengan sejumlah perangkat lainnya. Terutama pembiayaan kesejahteraan oleh negara untuk menjamin keadilan, pada mulanya menimbulkan sebuah euphoria[17], tetapi yang ternyata tidak. Penambahan pengeluaran untuk sektor publik tidak dibarengi dengan suatu pengurangan ganti rugi dalam klaim-klaim lain atas sumber-sumber, dengan defisit anggaran yang membengkak meskipun telah ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu menimbulkan pemakaian sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan ketidakseim-bangan internal dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan tetap ber-lanjut dan bahkan semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak terpenuhi. Ketidak adilan justru semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara Sejahtera adalah bagaimana menghapuskan ketidakseimbangan yang diciptakannya. Sistem ini tidak memiliki mekanisme filter yang disepakati selain harga untuk mengatur permintaan secara agregat, dunia hanya bersandar sepenuhnya kepada mekanisme pasar untuk menghapuskan ketidakseimbangan yang ada.[18]
Out Line
Bab I Pendahuluan:
1.      Latar belakang
2.      Rumusan masalah
3.      Tujuan
4.      Manfaat
Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teori
1.      Kajian pustaka
2.      Landasan teori
Bab III Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
2.      Sumber Data
3.      Teknik Pengumpulan Data
Bab IV Tinjauan Umum tentang Konsep Kejahteraan Ekonomi Dalam Perspektif Islam Menurut Umer Chapra
1.      Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan Dunia
2.      Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan Islam
3.      Faktor-faktor Terjadinya Kesejahteraan
4.      Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
5.      Pemahaman Konsep Kesejahteraan dalam Islam
6.      Gambaran Umum Masyarakat Islam dengan Jalannya Konsep Kesejahteraan Islam
7.      Hubungan antara Konsep Kesejahteraan Islam dan Ekonomi dalam Masyarakat
8.      Analisa Konsep Kesejahteraan Ekonomi Menurut Umer Chapra
9.      Analisis Pengaruh Kesejahteraan/ Maslahah terhadap Ekonomi dan Kehidupan Sosial Masyarakat Menurut Umer Chapra
Bab V Penutup
1.      Kesimpulan
2.      Saran-saran
3.      Penutup





























[1] Dr. Irfan Syauqi Beik. “Ekonomi Maslahah”, dalam Jurnal Ekonomi Islam, (Volume IV, No. 1, Juli 2010), p. 33
[2]  Agil Bahsoan.  “Mashlahah Sebagai Maqashid As-syariah”, dalam Jurnal Ekonomi Islam: Inovasi, (Volume 8, Nomor 1, Maret 2011), p. 115.
[3] Ridzwan Ahmad, Azizi Che Seman. “Pemakaian Maslahah Terhadap Konsep Nilai Masa Uang dalam Sistem Perbankan Islam di Malaysia”, dalam Journal of Fiqh, (No. 6, 2009), p. 105-106.
[4]  Dogarawa Ahmad Bello. “Islamic Social Welfare and the Role of Zakah in the Family System” dalam Journal of Islamic Law (Volume 10, Nomer 1, Oktober 2010), p. 1. 
[5]  Hartley Dean and Zafar Khan. “Muslim Perspectives on Welfare” dalam Journal of Social Policy (Volume 26, Nomer 2, April 1997), p. 193-209
[6] Muhammad Erfan Zainudin. “Pelaksanaan Bai' Bissaman Ajil di BMT Mitra Lohjinawi Bantul dan Jual Beli pada Mindring (Studi Tentang Al maslahah Al iqtisodiyah)”, Skripsi S1, Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga  2008.
[7]  Wardatul Asriyah. “Strategi Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi msyarakat Melaluai Usaha Tambak di Desa Babalan Demak”, Skripsi S1,Yogyakarta: Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Fakultas Dakwah 2007.
[8]  Nina Sartika. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Menurut Islam di Propinsi Jawa Timur”, Skripsi S1, Jawa Timur: Universitas Pembangunan Nasional (Veteran)  2011.
[9] Hadiratush solihah. “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf (Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)”, Skripsi S1, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah 2010.
[10] Siti Musrofah. “Konsep Maslahah Mursalah dalam Dunia Bisnis dengan Sistem Franchise (Waralaba)”, Skripsi S1, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah 2008.
[11]  Ikhwan Abidin Basri. Islam dan Pembngunan Ekonomi. (Jakarta: Gema Insani Press 2005), p.24  

[12]   Ibid, p. 85-87
[13]   Ibid, p. 89
[14]  M. B. Hendrie Anto. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. (Yogyakarta: Ekonisia 2003), p. 7
[15]  Warkum Sumito. Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait. Cet keempat, (Jakarta: Raja grafindo Persada), p.17.
[16]   Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), p. 304.
[17]    sebuah rasa bahwa masalah alokasi dan distribusi telah diatasi secara ideal
[18]    Ibid, p. 373-374.