Selasa, 25 Juni 2013

GDP atau GNP Dalam Pengukuran Taraf Pertumbuhan Ekonomi Menurut Konteks Islam



GDP atau GNP Dalam Pengukuran Taraf Pertumbuhan Ekonomi Menurut Konteks Islam

Pendahuluan
Ekonomi Sudah cukup lama umat manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraan pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem, diantaranya dua aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal.Konsekuensinya orang-orang mulai berpikir mencari alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan diyakini lebih menjanjikan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini berpijak pada asas keadilan dan kemanusiaan.
Negara memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi. Peran itu diwujudkan dalam dua hal pokok, yaitu, kewenangan negara untuk mengusai sumber ekonomi, memperoleh hak untuk memungut pajak dan sekaligus membelanjakan uang dalam jumlah besar. Pemerintah melalui kekuasaannya dapat mendorong ekonomi, mengurangi hambatan yang dialami, melakukan distribusi pendapatan, membantu kelompok miskin dan terbelakang (melaksanakan welfare state), dan peran pembinaan ekonomi lainnya. Di setiap Negara mempunyai sistem yang berbeda-beda untuk mengukur pertumbuhan dan mensejahterakan perekonomian Negara. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat sebuah pengukuran kemakmuran di setiap Negara, misalnya pendapatan per kapita sebuah Negara sebagai pengukur kemakmuran. Pendapatan suatu Negara atau disebut juga pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau dapat diartikan pula bahwa pendapatan nasional adalah jumlah penghasilan yang diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Di dalam perekonomian konvensional terdapat tiga element penting dalam konsep pengukuran pendapatan negara antara lain  (gross domestic product/ GDP) atau bias di bilang produk domestic bruto, (gross nasional product/ GNP) atau bisa dibilang produk nasional bruto dan (net national product/ NNP)  product nasional netto.Penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan menggunakan bunga (interest) dalam penghitungan matematisnya, sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (investment).
Sehingga dari upaya-upaya diatas diharapkansampai pada pertumbuhan ekonomi yang benar-benar riil dan kemajuan ekonomi khususnya ekonomi dalam perspektif islam. Di dalam upaya-upaya ini apakah dengan adanya GDP dan GNP sudah tepat untuk mengukur pertumbuhan dan kemajuan ekonomi dalam konteks islam. Maka dengan adanya makalah ini saya akan memaparkan salah satunya tentang sudah tepatkah GDP dan GNP menjadi pengukur pertumbuhan dan kemajuan dalam konteks ekonomi islam. Dengan beberapa tujuan seperti pengertian dari GDP dan GNP, teori dari GDP atau GNP, dan beberapa strategi untuk megukur pertumbuhan pembangunan ekonomi dalam konteks islam.

Pembahasan
A.    Pengertian GDP dan GNP
Beberapa Negara dalam mengukur pertumbuhan kemajuan negaranya yaitu dengan mengetahui pendapatan dari suatu Negara yang didalamnya ada beberapa konsep yaitu konsep GDP dan GNP.
1.      GDP
Adalah sebuah istilah inggris Gross Domestic Productdan dalam istilah Indonesia disebut dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dapatlah diartikan dengannilai barang dan jasa dalam suatu Negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara tersebut dan Negara asing atau bias diartikan bahwa nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam Negara tersebut dalam satu tahun tertentu.[1] Barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk Negara tersebut tetapi oleh penduduk Negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri.
2.      GNP
Adalah sebuah istilah inggris seperti yang diatas Gross National Productdan dalam istilah Indonesia disebut Produk Nasional Brutoyang mempunyai arti yang bersamaan dengan dengan GDP, tetapi memperkirakan jenis-jenis pendapatan yang sedikit berbeda. Dalam menghitung pendapatan nasional bruto, nilai barang dan jasayang dihitung dalam pendapatan nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi yang dimilki oleh warga Negara dari Negara yang pendapatan nasionalnya dihitung.

B.     Beberapa tipe GDP
Ada 2 tipe GDP dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu Negara, yaitu:
1.      GDP nominal atau GDP harga yang berlaku yaitu mengukur nilai output atau pendapatan nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode tersebut.
2.      GDP riil atau GDP harga tetap yaitu mengukur nilai output atau pendapatan nasional pada periode tertentu menurut harga yang ditentukan atau harga dari tahun dasar.[2]


C.    Teory penghitungan GDP atau GNP
Dengan memperhatikan perbedaan pengertian antara GDP dan GNP diatas dapat dirumuskan sifat hubungan diantara GDP dan GNP yaitu dinyatakan oleh persamaan dibawah ini:
            GDP = GNP – PFN dari LN
Dimana PFN dari LN adalah pedapatan faktor netto dari luar negeri. PFN dari LNadalah pendapatan faktor-faktor produksi yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan faktor-faktor produksi yang dibayarkan keluar negeri.[3]

D.    Pengertian pertumbuhan ekonomi
Istilah pertumbuhan ekonomi menerangkan dan mengukur prestasi dari perkembangan atau kemajuan ekonomi suatu Negara. Dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah[4]. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari kemajuan dan kesejahteraan dalam pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada umumnya dikaitkan dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi yang terdapat di Negara-negara maju dimana struktur ekonominya yang sudah berindustri yang tidak mengalami perubahan structural lagi.
1.      Konsep mengenai pertumbuhan ekonomi seperti:
a.       Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.
b.      Pendapatan per kapita sebagai pengukur kemakmuran.
c.       Tingkat kemakmuran atau taraf hidup masyarakat.[5]

E.     GDP atau GNP strategi atau untuk mengukur pertumbuhan ekonomi konvensional
Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan:
(1) Pendekatan produksi (production approach).
(2) Pendekatan pendapatan (income approach).
(3) Pendekatan pengeluaran (expenditure approach).[6]

1. Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (production approach).
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added), dari semua sektor produksi. Penggunaan konsep ini dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double accounting). Adapun nilai tambah adalah selisih harga jual produk dengan biaya produksi.

2. Pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran (income approach).
Metode ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua pengeluaran oleh masyarakat maupun pemerintah, atau dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi.

3. Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan (expenditure approach)
Pengertian pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas penyerahan faktor-faktor produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai dengan satuan nilai uang.
Penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan menggunakan bunga (interest/ I) dalam penghitungan matematisnya,sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment/ I), karena bunga adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.
F.     Pengertian pertumbuhan ekonomi dalam konteks islam
Istilah pertumbuhan ekonomi dalam konteks islam ini memang seperti yang diatas tetapi ada suatu sistem yang berbeda dalam mencapai sebuah kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi dalam suatu Negara. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus menjadi nilai atau natijah alami dari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan pemanfaatan sumber-sumber daya manusia dan alam secara efisien dan penuh serta bagi kesejahteraan ekonomi berbasis luas.[7] Namun laju pertumbuhan itu sendiri tidak terlalu penting. Hal ini disebabkan tuntutan untuk mencapai kemakmuran materiil dalamkerangka nilai-nilai bahwa islam ada sebuah kehendak:
1.      Ia tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak esensial dan secara moral dipertanyakan. Jadi produksi barang dan jasa harus pada tuntutan syariah islam.
2.      Ia tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin dengan mendorong konsumsi yang mencolok.
3.      Ia tidak boleh menimbulkan bahaya kepada generasi sekarang yang akan datang dengan memerosotkan lingkungan fisik dan moral mereka.[8]

G.    GDP atau GNP strategi untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dalam konteksislam.
Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi (measure of economic welfare) pada suatu negara. Saat GDP naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya atau sebaliknya, tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GDP per kapita).[9] Akan tetapi, bagi sejumlah ekonom muslim mengatakan bahwa konsep tersebut ditolak. Mereka mengatakan bahwa GDP per kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna. Jika nilai output turun sebagai akibat orang-orang mengurangi jam kerja atau menambah waktu istirahatnya, maka hal itu bukan menggambarkan keadaan orang itu menjadi lebih buruk. Seharusnya ukuran kesejahteraan ekonomi dalam konsep GDP atau GNP riil harus mampu menggambarkan kesejahteraan pada suatu negara secara riil. Konsep GDP atau GNP riil dalam ekonomi konvensional tidak mampu menjawab hal tersebut.
Berikut ini beberapa keberatan penggunaan GDP riil per kapita sebagai indikator kesejahteraan suatu Negara:[10]
1.      Hanya produk yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP.Sedangkan produk yang dihasilkan dan dikonsumsi sendiri tidak tercakup dalam GNP.
2.      GNP juga tidak menghitung nilai waktu istirahat, padahal inisangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu istirahat.
3.      Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal
kejadian tersebut jelas mengurangi kesejahteraan.
4.      Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik
pabrik yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas akan merusak lingkungan.
1.      Analisis penerapan konsep GDP riil/ per kapita secara Islami
Ekonom muslim mengatakan bahwa GDP riil belum sempurna dalam                    mengukur kesejahteraan suatu Negara. Dari sini ekonomi islam mengkritisi perhitungan GDP riil per kapita yang dijadikan sebagai indicator bagi kesejahteraan suatu Negara.
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah panggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki. Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar manusia kepada kesejahteraan yang sebenarnya, yang didalamnya terdapat komponen-komponen rohaniah.
Memang benar ekonomi saat ini berada pada puncak kejayaan yang bertujuan untuk menghantarkan kesejahteraan, namun lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada peningkatan GNP yang tinggi saja, dan kalau dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan per kapita income yang tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapat angka maksimal. Pendapatan per kapita bukan satu-satunya komponen pokok yang menyusun kesejahteraan tapi hanyamengedepankan sebuah kondisi kebutuhan dalam isu kesejahteraan bukan sebuah kondisi kecukupan.
Pengertian falah dalam islam mengacu kepada konsep islam tentang manusia itu sendiri.Maka dari itu selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam.[11]
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, empat hal tersebut adalah:[12]
1.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan
individu rumah tangga.Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari iapada itu GNP tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output per kapita.
2.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi
Islami.Kita sudah melihat bahwa angka rata-rata pendapatan per kapita tidak menyediakan kepada kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahtraan yang sesugguhnya. Sangat penting untuk mengekspresikan kebutuhan efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa, sebagai persentase total konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, rekreasi dan pelayanan publik lainnya, sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahtraan dari suatu negara atau bangsa.
4.      Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan
Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.


Penutup
Hasil dari penjelasan diatas bahwa Penghitungan pendapatan nasional untuk pertumbuhan ekonomi sebuah negara dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan menggunakan bunga (interest/ I) dalam penghitungan matematisnya, sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment/ I), karena bunga adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.
Tujuan yang utama dari pertumbuhan kesejahteraan ekonomi dalam konteks islam adalahpanggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, di mana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini. Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi(nidzom al-iqtishad) merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
Adapun solusinya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat pertumbuhan kesejahtraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah:
1.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah
Tangga.
2.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami.
4.      Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.





















Daftar Pustaka
Sukirno, Sadono,  Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi ketiga (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008)
Kamaluddin, Rustian, Pengantar Ekonomi Pembangunan, Edisi kedua (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1999)
Chapra, DR. M. Umer, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani 2000)
Edwin Nasution, Mustofa, M.sc, MAEP, Ph,D. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana edisi 1, Cetakan 2, 2006)
Huda, Nurul Dkk, Ekonomi Mikro Islami: Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)
Sholihin, Ifham Ahmad, Buku Pintar Ekonomi Syari’ah(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama)


[1] Sadono Sukirno,  Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi ketiga (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008) hal 34

[2]Nurul Huda, Ekonomi Mikro Islami: Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) hal 22
[3]Ibid, hal 35
[4] Sukirno, Op. cit,  hal 9
[5]Ibid, hal 422
[6]Nurul Huda, Op. cit,  hal 26
[7] DR. M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani 2000) hal 2

[8]Ibid, hal 3
[9] Rustian Kamaluddin, Pengantar Ekonomi Pembangunan, Edisi kedua (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1999) hal 8
[10] Mustofa Edwin Nasution, M.sc, MAEP, Ph,D. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana edisi 1, Cetakan 2, 2006) hal 195
[11] Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syari’ah, PT. Gramedia Pustaka Utama, hal 417
[12] Mustofa Edwin Nasution, Op. Cit, hal 197

0 komentar:

Posting Komentar