GDP atau
GNP Dalam Pengukuran Taraf Pertumbuhan Ekonomi Menurut Konteks Islam
Pendahuluan
Ekonomi Sudah cukup
lama umat manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraan pembangunan
khususnya di bidang ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem,
diantaranya dua aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia, yaitu
sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem
itu tidak ada yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal.Konsekuensinya
orang-orang mulai berpikir mencari alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak
kalangan diyakini lebih menjanjikan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem
ini berpijak pada asas keadilan dan kemanusiaan.
Negara memainkan peran
penting dalam kehidupan ekonomi. Peran itu diwujudkan dalam dua hal pokok,
yaitu, kewenangan negara untuk mengusai sumber ekonomi, memperoleh hak untuk
memungut pajak dan sekaligus membelanjakan uang dalam jumlah besar. Pemerintah
melalui kekuasaannya dapat mendorong ekonomi, mengurangi hambatan yang dialami,
melakukan distribusi pendapatan, membantu kelompok miskin dan terbelakang
(melaksanakan welfare state), dan peran pembinaan ekonomi lainnya. Di setiap
Negara mempunyai sistem yang berbeda-beda untuk mengukur pertumbuhan dan
mensejahterakan perekonomian Negara. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat sebuah
pengukuran kemakmuran di setiap Negara, misalnya pendapatan per kapita sebuah
Negara sebagai pengukur kemakmuran. Pendapatan suatu Negara atau disebut juga
pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau dapat
diartikan pula bahwa pendapatan nasional adalah jumlah penghasilan yang
diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya
dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Di dalam perekonomian
konvensional terdapat tiga element penting dalam konsep pengukuran pendapatan
negara antara lain (gross domestic
product/ GDP) atau bias di bilang produk domestic bruto, (gross nasional
product/ GNP) atau bisa dibilang produk nasional bruto dan (net national
product/ NNP) product nasional netto.Penghitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional
dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam
perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan
pendapatan menggunakan bunga (interest) dalam penghitungan matematisnya,
sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam
menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi (investment).
Sehingga dari
upaya-upaya diatas diharapkansampai pada pertumbuhan ekonomi yang benar-benar
riil dan kemajuan ekonomi khususnya ekonomi dalam perspektif islam. Di dalam
upaya-upaya ini apakah dengan adanya GDP dan GNP sudah tepat untuk mengukur
pertumbuhan dan kemajuan ekonomi dalam konteks islam. Maka dengan adanya
makalah ini saya akan memaparkan salah satunya tentang sudah tepatkah GDP dan
GNP menjadi pengukur pertumbuhan dan kemajuan dalam konteks ekonomi islam.
Dengan beberapa tujuan seperti pengertian dari GDP dan GNP, teori dari GDP atau
GNP, dan beberapa strategi untuk megukur pertumbuhan pembangunan ekonomi dalam
konteks islam.
Pembahasan
A. Pengertian GDP
dan GNP
Beberapa
Negara dalam mengukur pertumbuhan kemajuan negaranya yaitu dengan mengetahui
pendapatan dari suatu Negara yang didalamnya ada beberapa konsep yaitu konsep
GDP dan GNP.
1. GDP
Adalah sebuah istilah inggris Gross Domestic Productdan dalam istilah
Indonesia disebut dengan Produk Domestik
Bruto (PDB) dapatlah diartikan dengannilai barang dan jasa dalam suatu
Negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga Negara
tersebut dan Negara asing atau bias diartikan bahwa nilai barang-barang dan
jasa-jasa yang diproduksikan di dalam Negara tersebut dalam satu tahun
tertentu.[1]
Barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk Negara
tersebut tetapi oleh penduduk Negara lain. Selalu didapati produksi nasional
diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri.
2. GNP
Adalah sebuah istilah inggris
seperti yang diatas Gross National
Productdan dalam istilah Indonesia disebut Produk Nasional Brutoyang mempunyai arti yang bersamaan dengan
dengan GDP, tetapi memperkirakan jenis-jenis pendapatan yang sedikit berbeda.
Dalam menghitung pendapatan nasional bruto, nilai barang dan jasayang dihitung
dalam pendapatan nasional hanyalah barang dan jasa yang diproduksikan oleh
faktor-faktor produksi yang dimilki oleh warga Negara dari Negara yang
pendapatan nasionalnya dihitung.
B. Beberapa tipe
GDP
Ada
2 tipe GDP dalam mengukur pertumbuhan ekonomi suatu Negara, yaitu:
1. GDP
nominal atau GDP harga yang berlaku yaitu mengukur nilai output atau pendapatan
nasional dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada
periode tersebut.
2. GDP
riil atau GDP harga tetap yaitu mengukur nilai output atau pendapatan nasional
pada periode tertentu menurut harga yang ditentukan atau harga dari tahun
dasar.[2]
C. Teory
penghitungan GDP atau GNP
Dengan memperhatikan
perbedaan pengertian antara GDP dan GNP diatas dapat dirumuskan sifat hubungan
diantara GDP dan GNP yaitu dinyatakan oleh persamaan dibawah ini:
GDP = GNP – PFN dari LN
Dimana
PFN dari LN adalah pedapatan faktor
netto dari luar negeri. PFN dari LNadalah
pendapatan faktor-faktor produksi yang diterima dari luar negeri dikurangi
dengan pendapatan faktor-faktor produksi yang dibayarkan keluar negeri.[3]
D. Pengertian
pertumbuhan ekonomi
Istilah
pertumbuhan ekonomi menerangkan dan mengukur prestasi dari perkembangan atau
kemajuan ekonomi suatu Negara. Dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan
barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah[4].
Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari kemajuan dan kesejahteraan dalam
pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada umumnya dikaitkan dengan
perkembangan dan kemajuan ekonomi yang terdapat di Negara-negara maju dimana
struktur ekonominya yang sudah berindustri yang tidak mengalami perubahan
structural lagi.
1. Konsep
mengenai pertumbuhan ekonomi seperti:
a. Pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan ekonomi.
b. Pendapatan
per kapita sebagai pengukur kemakmuran.
c. Tingkat
kemakmuran atau taraf hidup masyarakat.[5]
E. GDP atau GNP
strategi atau untuk mengukur pertumbuhan ekonomi konvensional
Pendapatan nasional
yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam perekonomian dapat
dihitung dengan tiga pendekatan:
(1) Pendekatan
produksi (production approach).
(2)
Pendekatan pendapatan (income approach).
(3)
Pendekatan pengeluaran (expenditure approach).[6]
1. Pendapatan nasional dengan pendekatan
produksi (production approach).
Perhitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan
nilai tambah bruto (gross value added), dari semua sektor produksi. Penggunaan
konsep ini dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double
accounting). Adapun nilai tambah adalah selisih harga jual produk dengan biaya
produksi.
2. Pendapatan nasional dengan
pendekatan pengeluaran (income approach).
Metode
ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua pengeluaran oleh masyarakat maupun
pemerintah, atau dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit
ekonomi.
3. Pendapatan nasional dengan
pendekatan pendapatan (expenditure approach)
Pengertian
pendapatan nasional dengan metode pendapatan adalah jumlah seluruh pendapatan
yang diterima oleh masyarakat sebagai balas jasa atas penyerahan faktor-faktor
produksi yang dimiliki selama tahun yang dinilai dengan satuan nilai uang.
Penghitungan
pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional
dengan perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam
perspektif konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan
pendapatan menggunakan bunga (interest/ I) dalam penghitungan
matematisnya,sedangkan pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam
perspektif islam menggunakan bagi hasil yang diperoleh dari investasi
(invesment/ I), karena bunga adalah riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.
F. Pengertian
pertumbuhan ekonomi dalam konteks islam
Istilah pertumbuhan
ekonomi dalam konteks islam ini memang seperti yang diatas tetapi ada suatu
sistem yang berbeda dalam mencapai sebuah kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi
dalam suatu Negara. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus menjadi nilai
atau natijah alami dari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan pemanfaatan
sumber-sumber daya manusia dan alam secara efisien dan penuh serta bagi
kesejahteraan ekonomi berbasis luas.[7]
Namun laju pertumbuhan itu sendiri tidak terlalu penting. Hal ini disebabkan
tuntutan untuk mencapai kemakmuran materiil dalamkerangka nilai-nilai bahwa
islam ada sebuah kehendak:
1. Ia
tidak boleh dicapai lewat produksi barang dan jasa yang tidak esensial dan
secara moral dipertanyakan. Jadi produksi barang dan jasa harus pada tuntutan
syariah islam.
2. Ia
tidak boleh memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin dengan
mendorong konsumsi yang mencolok.
3. Ia
tidak boleh menimbulkan bahaya kepada generasi sekarang yang akan datang dengan
memerosotkan lingkungan fisik dan moral mereka.[8]
G. GDP atau GNP
strategi untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dalam konteksislam.
Pendekatan ekonomi
konvensional menyatakan GDP atau GNP riil dapat dijadikan sebagai suatu ukuran
kesejahteraan ekonomi (measure of economic welfare) pada suatu negara. Saat GDP
naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya atau
sebaliknya, tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GDP per kapita).[9]
Akan tetapi, bagi sejumlah ekonom muslim mengatakan bahwa konsep tersebut ditolak.
Mereka mengatakan bahwa GDP per kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang
tidak sempurna. Jika nilai output turun sebagai akibat orang-orang mengurangi
jam kerja atau menambah waktu istirahatnya, maka hal itu bukan menggambarkan
keadaan orang itu menjadi lebih buruk. Seharusnya ukuran kesejahteraan ekonomi
dalam konsep GDP atau GNP riil harus mampu menggambarkan kesejahteraan pada
suatu negara secara riil. Konsep GDP atau GNP riil dalam ekonomi konvensional
tidak mampu menjawab hal tersebut.
Berikut ini beberapa
keberatan penggunaan GDP riil per kapita sebagai indikator kesejahteraan suatu
Negara:[10]
1.
Hanya produk
yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP.Sedangkan produk yang dihasilkan dan
dikonsumsi sendiri tidak tercakup dalam GNP.
2.
GNP juga tidak
menghitung nilai waktu istirahat, padahal inisangat besar pengaruhnya dalam
kesejahteraan. Semakin kaya seseorang akan semakin menginginkan waktu
istirahat.
3.
Kejadian buruk
seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal
kejadian
tersebut jelas mengurangi kesejahteraan.
4.
Masalah polusi
juga sering tidak dihitung dalam GNP. Banyak sekali pabrik
pabrik
yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan polusi air maupun udara. Ini jelas
akan merusak lingkungan.
1. Analisis
penerapan konsep GDP riil/ per kapita secara Islami
Ekonom muslim
mengatakan bahwa GDP riil belum sempurna dalam mengukur kesejahteraan
suatu Negara. Dari sini ekonomi islam mengkritisi perhitungan GDP riil per
kapita yang dijadikan sebagai indicator bagi kesejahteraan suatu Negara.
Satu hal yang
membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah panggunaan
parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki. Ekonomi Islam dalam
arti sebuah sistem ekonomi merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar manusia
kepada kesejahteraan yang sebenarnya, yang didalamnya terdapat
komponen-komponen rohaniah.
Memang benar ekonomi
saat ini berada pada puncak kejayaan yang bertujuan untuk menghantarkan
kesejahteraan, namun lebih sering kesejahteraan itu diwujudkan pada peningkatan
GNP yang tinggi saja, dan kalau dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan
per kapita income yang tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern
akan mendapat angka maksimal. Pendapatan per kapita bukan satu-satunya komponen
pokok yang menyusun kesejahteraan tapi hanyamengedepankan sebuah kondisi
kebutuhan dalam isu kesejahteraan bukan sebuah kondisi kecukupan.
Pengertian falah dalam
islam mengacu kepada konsep islam tentang manusia itu sendiri.Maka dari itu
selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan,
penghitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali
bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan
kesejahteraan umat. Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu
cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan
sistem moral dan sosial Islam.[11]
Setidaknya ada empat
hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional
berdasarkan ekonomi Islam, empat hal tersebut adalah:[12]
1.
Pendapatan
Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan
individu
rumah tangga.Jika penyebaran pendapatan individu
secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali
seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dari iapada
itu GNP tidak dapat menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output per
kapita.
2.
Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3.
Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi
Islami.Kita
sudah melihat bahwa angka rata-rata pendapatan per kapita tidak menyediakan
kepada kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahtraan yang sesugguhnya.
Sangat penting untuk mengekspresikan kebutuhan efektif atau kebutuhan dasar
akan barang dan jasa, sebagai persentase total konsumsi. Hal itu perlu
dilakukan karena kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan,
perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, rekreasi dan pelayanan
publik lainnya, sesungguhnya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahtraan
dari suatu negara atau bangsa.
4.
Penghitungan
Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan
Sosial
Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
Penutup
Hasil dari penjelasan
diatas bahwa Penghitungan pendapatan nasional untuk pertumbuhan ekonomi sebuah
negara dengan pendekatan pendapatan dalam perspektif konvensional dengan
perspektif syariah terjadi perbedaan yang begitu signifikan. Dalam perspektif
konvensional, penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan
menggunakan bunga (interest/ I) dalam penghitungan matematisnya, sedangkan
pendapatan nasional dengan metode pendapatan dalam perspektif islam menggunakan
bagi hasil yang diperoleh dari investasi (invesment/ I), karena bunga adalah
riba dan dihukumi haram oleh syariat islam.
Tujuan yang utama dari
pertumbuhan kesejahteraan ekonomi dalam konteks islam adalahpanggunaan
parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang
sebenar-benarnya, di mana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian
falah ini. Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi(nidzom al-iqtishad)
merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real welfare
(falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
Adapun solusinya ada
empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional
berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat pertumbuhan kesejahtraan bisa
dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah:
1. Pendapatan
Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah
Tangga.
2. Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3. Pendapatan
Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami.
4. Penghitungan
Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui
Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
Daftar Pustaka
Sukirno, Sadono, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi ketiga (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 2008)
Kamaluddin, Rustian, Pengantar Ekonomi
Pembangunan, Edisi kedua (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia 1999)
Chapra, DR. M. Umer, Sistem Moneter Islam,
(Jakarta: Gema Insani 2000)
Edwin Nasution, Mustofa, M.sc, MAEP, Ph,D. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam
(Jakarta: Kencana edisi 1, Cetakan 2, 2006)
Huda, Nurul Dkk, Ekonomi Mikro Islami: Pendekatan Teoritis
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)
Sholihin, Ifham Ahmad, Buku Pintar Ekonomi Syari’ah(Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama)
[1]
Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, Edisi ketiga (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 2008) hal 34
[2]Nurul
Huda, Ekonomi Mikro Islami: Pendekatan
Teoritis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007) hal 22
[3]Ibid, hal 35
[4]
Sukirno, Op. cit, hal 9
[5]Ibid, hal 422
[6]Nurul
Huda, Op. cit, hal 26
[7]
DR. M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam,
(Jakarta: Gema Insani 2000) hal 2
[8]Ibid, hal 3
[9]
Rustian Kamaluddin, Pengantar Ekonomi
Pembangunan, Edisi kedua (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia 1999) hal 8
[10]
Mustofa Edwin Nasution, M.sc, MAEP, Ph,D. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana edisi 1, Cetakan 2, 2006) hal 195
[11]
Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi
Syari’ah, PT. Gramedia Pustaka Utama, hal 417
[12]
Mustofa Edwin Nasution, Op. Cit, hal
197
0 komentar:
Posting Komentar